Aku bangun.
Tapi rasanya… untuk apa?
Jam dinding berdetak, tapi waktu tak bergerak.
Aku ada, tapi seperti tak ikut hidup.
Kupandangi langit-langit kamar.
Kosong.
Seperti aku.
Bingung. Cemas.
Hari ini lagi.
Lusa entah jadi apa.
Aku takut. Tapi takut pun tidak jelas arahnya.
Aku ingin jadi seseorang. Tapi siapa?
Aku tak tahu. Aku tak punya.
Kemampuan? Nol.
Uang? Jangan tanya.
Arah hidup? Seperti jalan rusak tak berlampu.
Aku jalan, tapi meraba-raba, nabrak terus.
Aku buka HP.
Orang-orang posting pencapaian.
Aku cuma bisa scroll sambil menahan air mata.
Kenapa aku tak sampai ke mana-mana?
Kenapa aku tak bisa juga bangkit?
> “Kamu harus bersyukur,” kata orang.
Tapi bagaimana cara bersyukur, kalau aku sendiri tak tahu apa yang harus disyukuri?
Kadang aku rebah...
menangis diam-diam...
berharap ada suara dari langit bilang:
> “Kamu gak sendirian.”
Tapi tak ada.
Yang ada hanya kegelisahan yang pulang dan datang sesukanya.
Ia duduk di dada,
menginjak setiap mimpi kecilku.
Aku sudah terlalu lelah.
Tapi tak bisa berhenti.
Karena dunia ini tak peduli dengan orang yang berhenti.
Kadang aku berpikir,
> “Kalau besok aku tak ada, apakah akan ada yang sadar?”
Dan lucunya...
Aku tak ingin mati.
Aku hanya ingin hidup tanpa rasa takut terus-menerus.
Aku ingin...
sekali saja
menang tanpa harus pura-pura kuat.
Aku ingin...
sekali saja
ada yang melihatku dan berkata:
> “Kamu cukup. Walau belum jadi apa-apa.”
---
Penutup:
Aku tahu ini belum indah.
Tapi jujur.
Dan kadang, kejujuran itu satu-satunya yang bisa menyelamatkanku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar