Saya siluman ngumpet berkarya demi isi hati saya hahaha

Jumat, 30 Mei 2025

Aku marah

 AKU MARAH, MAKA AKU  ADA

Aku bukan orang yang sabar.

Bukan yang bisa mendengar omong kosong orang dan mengangguk seolah semua baik-baik saja.


Semua orang bisa salah.

Dan aku, ya, aku tahu.

Karena dari kecil aku belajar: satu-satunya cara agar kau didengar… adalah dengan marah.



---


Mereka bilang aku keras.

Mereka bilang aku tidak bisa diajak kompromi.

Mereka bilang aku sulit didekati.


Tapi mereka tak tahu:

aku bukan tak mau dimengerti—aku cuma tak percaya siapa pun bisa mengerti.


Aku hidup dengan dinding. Bukan karena sombong.

Tapi karena tiap kali aku buka pintu, ada yang masuk—dan merusak.



---


Pernah, ada yang datang.

Dengan wajah hangat, suara tenang, dan janji-janji tipis seperti kabut pagi.


Katanya:


> “Aku mengerti kamu.”

“Kau hanya perlu percaya.”




Aku percaya.

Dan seperti biasa—aku kecewa.


Dia cuma ingin menjinakkanku.

Menjadikanku versi yang lebih lembut, lebih nyaman untuknya.

Padahal aku bukan itu.

Aku bukan bunga. Aku bukan hujan. Aku bukan bulan.

Aku adalah ledakan yang belum meledak.



---


Jadi aku marah. Tapi tidak lagi pada orang itu.

Aku marah pada diriku sendiri.


> Kenapa masih percaya?

Kenapa masih berharap?

Kenapa masih merasa butuh dipahami?




Aku benci itu.

Aku benci sisi lemah yang mengemis pengertian.

Aku benci sisi manusiawi yang ingin dicintai.



---


Lalu aku menulis.


Tapi kali ini, bukan tulisan yang manis.

Bukan cerita penghibur.

Aku menulis dengan cakar.

Dengan darah.

Dengan kemarahan murni—yang tak peduli apakah pembaca akan nyaman atau tidak.


Tulisan itu bukan permintaan maaf.

Bukan penjelasan.

Bukan pesan motivasi.


Itu adalah teriakanku.



---


Judulnya:

“Aku Marah, Maka Aku Ada.”


Dan anehnya…

Orang-orang membacanya.

Banyak yang menolak.

Tapi sebagian… menangis.

Sebagian bilang:


> “Ini aku.”

“Akhirnya ada yang menulis seperti ini.”




Aku sadar:

Kemarahan ini bukan dosa.

Ini bahasa.

Ini bentuk.

Ini aku.



---


Jadi aku berhenti minta dimengerti.

Aku berhenti menyalahkan diriku karena tidak seperti mereka.


Aku mulai membakar jalanku sendiri—dengan kata, gambar, suara.

Dan dari bara yang kupelihara sejak lama,

tumbuh nyala yang bisa dilihat orang lain.


Mereka yang tak tahan akan pergi.

Mereka yang kuat akan bertahan.

Dan yang bertahan—itu cukup.



---


Aku tak jadi jinak.

Dan aku tak minta maaf.


Karena aku tahu satu hal:


> Dunia tak selalu butuh damai. Kadang, ia butuh api.

Dan aku akan jadi apinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar