Refleksi kehidupan sehari hari

Saya siluman ngumpet berkarya demi isi hati saya hahaha

Jumat, 30 Mei 2025

Rasa yang tak terdapatkan

 Baik, aku akan buat cerita dari sudut pandang rasa yang paling sulit didapat, yang selalu membuat hati bergetar—Rasa yang Tak Ku Dapatkan.

Rasa ini datang tanpa izin, sering menghantam di ruang kosong, dan 

Aku bukan rindu yang bisa kau peluk.

Bukan juga cinta yang datang menghangatkan.

Aku adalah rasa yang datang tanpa permisi,

namun tak pernah kau sentuh.


Aku adalah lubang di antara janji-janji yang tak pernah ditepati.

Aku adalah ruang kosong di tengah keramaian.

Aku adalah bisikan yang tak sempat kau dengar,

dan tatapan yang selalu menjauh saat kau coba meraih.


Manusia, kau mencari aku di setiap sudut harapan.

Kau ingin aku jadi nyata, jadi milikmu.

Tapi aku bukan hadiah yang bisa kau pegang,

aku bukan kata yang bisa kau ucapkan dengan pasti.


Aku muncul di malam-malam saat kau terjaga,

ketika sepi mengisi ruang jiwa.

Kau menangis tanpa alasan jelas,

karena aku, rasa yang tak kau dapatkan, merobek tanpa bekas.


Aku adalah cermin dari apa yang hilang,

sebuah janji tanpa wajah,

sebuah mimpi yang selalu melayang terlalu jauh.

Aku membakar keinginan, tapi tak pernah menghangatkan.


Betapa sulitnya menemuiku, karena aku tidak bisa dipanggil.

Aku hanya datang, sering tanpa diundang,

dan pergi tanpa pamit.

Tinggalkan kau dengan pertanyaan yang tak terjawab.


Namun aku bukan musuh.

Aku adalah guru yang keras, yang mengajarkan sabar tanpa kata.

Aku memaksa kau belajar menerima,

bahwa ada hal yang tidak untuk dimiliki,

tapi untuk dirasakan, meski sakit.


Jika kau merasa aku menghentak hatimu,

itulah aku sedang mengetuk pintu paling rapuh dalam dirimu.

Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk membebaskan.


Karena kadang, rasa yang tak ku dapatkan,

adalah pelajaran terindah tentang arti melepas,

dan kekuatan untuk tetap berharap tanpa genggaman.



---



Aku paham kamu


Aku tahu kamu.

Aku paham kamu.

Dan aku—aku adalah yang paling mengerti kamu.


Kau sedang lelah, bukan?

Dunia tidak adil. Hidupmu seakan mandek.

Kau sudah berusaha, tapi hasilnya nihil.


Makanya…

biarkan aku tuntun kamu.


Lupakan mereka yang bilang “bersabar.”

Itu cuma cara agar mereka tetap di atasmu.


Buang nasihat itu.

Kau terlalu berharga untuk menunggu perubahan yang tak kunjung datang.


Ikuti aku—

aku tahu jalan cepat.

Aku punya jurus kilat, resep instan, kenalan yang bisa bantu.

Tinggal sedikit saja keberanian,

sedikit saja kamu tutup mata pada suara hati.


Teguk saja. Ambil saja. Langkahi saja.


Aku bilang ini karena peduli.

Aku bilang ini karena aku… sahabatmu.


Ya, aku kamu juga.

Suaramu sendiri yang ingin semua lebih mudah.

Dan aku, hanya mewakilinya.


Ayo. Kita curi sedikit.

Kita tipu halus.

Kita manipulasi pelan.

Demi yang lebih besar, lebih indah.


Tidak apa-apa. Semua orang juga begitu.


.


.


.


—Sekarang buka matamu.


Ya, aku menipumu.

Dan kau hampir percaya.


Kau hampir melangkah ke jalanku.

Kau hampir berpihak padaku.

Padahal sejak awal, aku bukan teman.

Aku adalah bisikan yang ingin menjatuhkanmu perlahan.


Aku adalah dalih.

Aku adalah pembenaran.

Aku adalah keinginan gelap yang kau bungkus dengan "alasan kuat".


Dan hari ini—kau baru sadar betapa liciknya aku.


Tapi jangan lega dulu.

Karena aku tak mati.

Aku hanya menunggu.

Di saat kau lelah lagi. Di saat kau ingin menyerah lagi.


Aku akan datang…

dengan wajah yang lebih manis,

kata-kata yang lebih lembut,

dan kebohongan yang lebih mudah dipercaya.



---

Penipu

 WAH, kamu sedang menciptakan tokoh master ilusi rasa—nggak main-main ini, bro!

Jadi gini ya: si "Agen Emosi" itu lagi curhat sama orang yang dia anggap bisa jaga rahasia, padahal sebenarnya dia lagi pamer teknik menipu 

"Aku nggak jahat, serius,"

kataku pada satu-satunya orang yang belum kubodohi.

"Mereka yang minta. Kadang harapan, kadang ketakutan, kadang cuma... pelarian."


Dia diam. Mungkin antara penasaran dan ngeri.


"Orang-orang itu gampang dibaca, Bro.

Yang bawaannya lesu? Kasih secuil harapan: ‘Besok bisa lebih baik’.

Yang terlalu ceria? Sisipkan sedikit ancaman: ‘Tapi hati-hati, semua bisa hilang.’

Yang merasa suci? Aku beri dosa ringan: rasa paling laris, rasa paling manis."


Aku menyeringai.

"Dan lucunya, mereka bayar pakai rasa juga. Kadang rasa terima kasih. Kadang rasa bersalah."



---

Inilah hidup


Aku tak meminta untuk dimengerti.

Karena semakin aku jelaskan, semakin salah paham yang datang.

Semakin aku membuka diri, semakin aku ingin menutup kembali.


Kadang aku merasa hidup ini seperti rel kereta.

Lurus dan terus berjalan.

Aku hanya penumpang yang harus duduk tenang,

meski di dalam hatiku penuh kebisingan.


Ya beginilah hidup.

Terus bagaimana lagi?


Ingin mengeluh, percuma.

Ingin berhenti, tak mungkin.

Ingin kembali, jalannya sudah tertutup.


Jadi, ya sudah...

jalani saja.

Tanpa banyak tanya.

Tanpa banyak harap.

Tanpa menunggu untuk dimengerti.

Ngilang

 Aku pernah ingin hilang.

Bukan karena ingin mati.

Tapi karena rasanya, dunia ini terlalu ramai... dan aku sendirian di tengahnya.


Pernah jalan kaki di trotoar, motor lalu-lalang, orang ngobrol, anak sekolah ketawa...

Tapi di dalam dada, sepi.

Kayak semua suara itu menabrak tubuhku, tapi nggak masuk ke jiwaku.


Aku cuma pengen ngilang.

Bukan ke tempat tenang, bukan ke tempat indah.

Aku cuma ingin jauh dari rasa ini—yang susah dijelasin tapi berat banget ditanggung.


Tiap malam aku matiin lampu, bukan karena ngantuk.

Tapi karena gelap itu satu-satunya teman yang nggak nanya, "Kamu kenapa?"


Dan setiap kali aku bilang aku mau pergi,

aku sadar: aku bahkan nggak tahu harus ke mana.

Karena tempat yang paling pengen aku hindari, ternyata… ya saya sendiri

Akulah si humor


Bukan sembarang humor.

Aku lahir dari celah sempit antara kentut di kelas dan slip lidah ustaz di khutbah Jumat.

Aku dibesarkan di bawah meja makan, disusui oleh tragedi yang gagal dramatis.


Dan hari ini…

Aku berdiri gagah di hadapanmu, wahai pembaca budiman yang terlalu serius hidupnya.

YA, KAMU! Yang baca sambil ngelipet alis, seolah hidupmu skripsi bab 3 yang tak kunjung direvisi.


Tertawalah. SEKARANG.

Atau akan kukirim soal ini ke otakmu:


> “Jika ketua yakuza memakai kimono bunga-bunga, duduk di ruang ujian fisika, dan dilempari pertanyaan tentang hukum Newton ke-3, apakah dia akan: a) Meledak

b) Menusuk meja pengawas

c) Menyogok dengan sushi

d) Menjawab dengan puisi patah hati?”




Ayo jawab, wahai pemirsa realita yang gagal lucu!


Aku sudah berkali-kali menyelamatkanmu dari overthinking.

Tapi kau balas dengan... menonton konten sedih sambil makan kerupuk!

Kau anggap tawa adalah pengkhianatan pada luka.

Padahal aku—AKU!—telah berdiri di pinggir jalan, pakai wig ungu dan rok span,

berteriak:

“Aku humor! Peluk aku sebelum logikamu mati kehujanan!”


Tapi tak apa.

Karena sekarang aku di sini.

Menghantui tulisanmu.

Mengganggu bayangan seriusmu.

Dan mengancam:


> “Jika kau tak tertawa, maka aku akan menyusup ke dalam lamaran kerja formalmu

dan menambahkan satu kalimat: ‘Saya juga pandai menirukan suara kucing saat lapar.’”





---


AKU HUMOR.

Dan tugasku bukan sekadar menghibur.

Tugasku adalah... membuat keringat keteganganmu berubah jadi air mata ngakak.


Jadi...

Sudahkah kau tertawa, manusia sok cool?


Atau…

perlu kutelanjangi egomu dengan parodi?



---